Sungguh ironis melihat fenomena krisis air bersih melanda Indonesia, sebuah negara yang kaya air. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki 6% persediaan air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Abe, 2011)[1]. Namun dalam Forum Air
Dunia II di Den Haag yang diselenggarakan pada Maret 2000, dikatakan
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada tahun 2025. Masih jauh dari tahun 2025, Indonesia nampaknya telah merasakan keterpurukan kuantitas dan kualitas air (Lubis, 2012)[2].
Gambar 1. Peta indeks ancaman bencana kekeringan di Indonesia
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2009)[3]
Masyarakat
Desa Waekokak, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Flores Bagian
Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan potret nyata betapa
sulitnya memperoleh air yang layak untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan mereka terpaksa meminum air sumur dengan rasa asin. (Makur, 2012)[4].
Hal yang tak jauh berbeda juga dirasakan oleh warga Kapubaten Maros,
Sulawesi Selatan. Setiap tahun, saat musim kemarau tiba, tak sedikit
dari mereka yang terpaksa menggunakan air
laut untuk keperluan mencuci dan memasak. Kemarau menyebabkan sumur,
rawa dan sungai di desa mereka mengering. Upaya pembuatan sumur-sumur
non-permanen pun tidak memberikan penyelesaian, karena air sumur non-permanen ini terasa payau dan terkadang berlumpur. Oleh karena itu, setiap harinya mereka harus mencari air bersih hingga ke dalam goa dengan menempuh perjalanan berkilometer jauhnya demi memenuhi kebutuhan air bersih (Ahmad, 2011)[5].
Kesulitan memperoleh air
bersih juga dialami oleh warga Kampung Matara, Distrik Semangga,
Kabupaten Merauke, Propinsi Papua, sebuah kampung yang terletak di dekat
pantai. Gregorius Gebze, seorang warga Matara, mengatakan bahwa
seringkali mata air di desanya terasa asin atau ‘ber-rasa’ karena bercampur dengan air laut (Aliansi Demokrasi untuk Papua, 2012)[6].
Gambar 2. Krisis air bersih di Papua
Sumber: Pasific Post (2010)[7]
Sebuah studi terkini dilakukan oleh The Indonesian Regional Hydration Study
di enam kota dataran rendah dan dataran tinggi, meliputi Jakarta,
Lembang, Surabaya, Malang, Makassar, Malino yang melibatkan 1200
responden berusia 15-55 tahun, diketahui bahwa sebesar 46,1% penduduk
mengalami dehidrasi (Anna, 2009)[8]. Adapun penyebab utama krisis ini adalah pengelolaan dan pemakaian air yang tidak efektif dan efisien sehingga laju pengadaan sumber daya air
tertekan oleh jumlah kebutuhan. Pertumbuhan penduduk yang pesat telah
memberikan tekanan yang besar terhadap ketersediaan sumber air tawar.
Eksploitasi air tanah yang berlebihan dapat menimbulkan intrusi air laut, yakni masuknya air asin ke dalam tanah. Berkurangnya jumlah air tawar dalam tanah menyebabkan penurunan tekanan di lapisan air tawar. Hal ini mengakibatkan air asin yang berada di lapisan bawahnya yang bertekanan lebih tinggi menerobos masuk ke lapisan air tawar sehingga air
tanah menjadi asin. Laju kelangkaan ini kian dipercepat dengan
pencemaran dari pembuangan limbah padat, limbah industri ataupun aliran
limbah pertanian ke sungai-sungai dan danau-danau. Hasil penelitian United States Agency for International Development (USAID) (2007), menunjukkan bahwa hampir 100 persen sumber air minum di berbagai kota di Indonesia tercemar oleh bakteri Escherichia coli dan coliform (Abe, 2011)[1]. Keterbatasan air bersih secara tidak langsung membutakan masyarakat akan pentingnya kebersihan, termasuk mengonsumsi air yang tidak layak minum.
Gambar 3. Privatisasi dibiarkan, rakyat miskin terancam krisis air bersih
Sumber: Ian (2011)[9]
Penyediaan air
bersih dan sanitasi lingkungan sangat berkaitan erat dengan timbulnya
penyakit-penyakit infeksi dan parasit, khususnya penyakit yang
ditularkan oleh air ('waterborne disease'), seperti tifus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella tiphy, disentri oleh bakteri Shigella dysenteriae dan diare oleh bakteri Escherichia Coli, penyebab sepertiga kematian balita di Indonesia. (Hazet dan Roosmini, 2007)[10]. Orang-orang yang beresiko tinggi terserang 'waterborne disease' adalah mereka yang tidak mencuci tangan, baik setelah menggunakan toilet maupun sebelum makan, dan yang mencuci tangan dengan air yang telah terkontaminasi oleh limbah.
Beberapa
penyakit yang telah disebutkan di atas merupakan penyakit yang umum
diderita masyarakat. Hal ini semakin menunjukkan bahwa air
merupakan materi esensial bagi kehidupan manusia. Hampir semua sistem
yang terjadi dalam tubuh manusia sangat bergantung pada keberadaan air,
seperti menyalurkan nutrisi ke sel-sel tubuh, membilas racun dari
sistem limfatik, ginjal dan usus dan kemudian membuangnya dalam bentuk
urin, dan memberi kelembapan pada kulit, hidung, telinga dan
kerongkongan. Kurangnya air dalam tubuh dan buruknya kualitas air yang diminum akan menyebabkan terganggunya proses metabolisme tubuh dan mengakibatkan sejumlah penyakit.
Melalui
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono disampaikan
bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai program untuk mengantisipasi
dampak krisis air. Dalam program jangka pendek, pemerintah saat ini sudah melakukan sosialisasi dan efisiensi penggunaan air kepada seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan mencari sumber mata air
baru dengan cara menggali sumur di beberapa tempat. Sedangkan untuk
program jangka panjang, pemerintah lebih menekankan pada kondisi
keseimbangan sistem ekologi yang melibatkan program divertifikasi
pangan, perencanaan pengelolaan air yang memanfaatkan debit air sungai, dan kerjasama dengan gerakan penghijauan (RMOL, 2012)[11].
Pemerintah dan masyarakat adalah mitra kerja yang memiliki tanggung jawab yang penuh dalam melestarikan sumber daya air, secara khusus sumber air minum. Sementara pemerintah membenahi sistem pengadaan air
bersih yang berkualitas, ada banyak hal yang dapat kita kontribusikan
sebagai masyarakat. Mulailah dengan melakukan hal-hal sederhana di
lingkungan terkecil dalam masyarakat yaitu lingkungan tempat kamu
tinggal. Menutup keran air pada saat tidak diperlukan atau sudah memenuhi bak / penampungan air, mengurangi pencemaran air dari limbah rumah tangga, melakukan penghijauan dengan menanam pohon (one man one tree), mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur resapan air atau lubang resapan biopori merupakan langkah-langkah sederhana penyelamatan sumber air minum.
Saat ini, telah ditemukan teknologi water purifier yang merupakan solusi dari masalah-masalah air
yang dihadapi masyarakat pada umumnya, seperti terkontaminasi, berwana
keruh, kotor seperti ada endapan, berbau besi terlihat ada minyak /
karat di permukaannya, payau ataupun berwarna karena gambut. Alat itu
adalah Pure it. Adapun teknologi pemurnian air
ini bekerja dalam 4 tahap yaitu “Saringan Serat Mikro” yang berfungsi
untuk menghilangkan kotoran yang terlihat, “Filter Karbon Aktif” yang
berfungsi untuk mengeliminasi pestisida dan parasit berbahaya lainnya,
“Prosesor Pembunuh Kuman” untuk membunuh semua virus dan bakteri
berbahaya dan terakhir adalah “Penjernih” yang akan menghasilkan air jernih, tidak berbau dengan rasa alami (Unilever Pureit, 2010)[12].
Membudayakan hemat air merupakan tindakan awal yang membawa suatu perubahan positif yaitu membangun generasi kini dan masa depan yang lebih sehat. Sesuai dengan sifat kebudayaan yang memerlukan tingkah laku manusia sebagai perwujudan kebudayaan itu sendiri, budaya hemat air
juga memerlukan tindakan nyata baik dari pemerintah maupun masyarakat
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Semua yang telah
direncanakan harus dilakukan sedini mungkin secara terintegrasi dan
berkelanjutan.
Budaya lahir dari suatu generasi. Dengan diwujudkan dan disalurkan dalam perilaku manusia, maka budaya hemat air ini tidak akan mati dengan habisnya usia generasi. Mari kita budayakan hemat air!
Ditulis untuk Lomba Blog #airpureit, dengan tema "Kelestarian Sumber Air Minum".
(27 November - 29 Desember 2012)
Nita Felicia / @nita_felicia
REFERENSI
Abe, Burhanuddin. “Clean Water and Lack of It.” The Jakarta Post Newspaper, 23 Maret 2011. [1]
Ahmad, Yusuf. 2011. “Sulitnya Air Bersih (Kekeringan),” Fotokita Online. Diperoleh dari http://fotokita.net/cerita/130942823900_0008645/sulitnya-air-bersih-kekeringan; Internet; diakses 18 Desember 2012. [5]
AIDP. 2012. “Warga Matara Sulit Mendapat Air Bersih,” Aliansi Demokrasi untuk Papua Online. Diperoleh dari http://www.aldp-papua.com/?p=5691; Internet; diakses 18 Desember 2012. [6]
Anna, Lusia Kus. “46 persen Penduduk Indonesia Dehidrasi,” Artikel Female Kompas.com Online (2009). [e-paper] http://female.kompas.com/read/2009/10/22/16081725/46.persen.penduduk.indonesia.dehidrasi (diakses 16 Desember 2012). [8]
BNPB. 2009. “Geospasial,” Badan Nasional Penanggulangan Bencana Online. Diperoleh dari http://geospasial.bnpb.go.id/2010/02/19/peta-indeks-ancaman-bencana-kekeringan-di-indonesia/; Internet; diakses 17 Desember 2012. [3]
Hazet, Frieda A. dan Dwina Roosmini. “Penentuan Prioritas Lokasi Perbaikan Infrastruktur Teknologi Air Bersih dan Sanitasi Dilihat dari Kondisi Kesehatan Masyarakat.” Jurnal Institut Teknologi Bandung (2007). [10]
Ian. “Privatisasi Dibiarkan, Rakyat Miskin Terancam Krisis Air Bersih,” Artikel Jakarta Rimanews (2011). [e-paper] http://www.rimanews.com/read/20110504/26422/privatisasi-dibiarkan-rakyat-miskin-terancam-krisis-air-bersih (diakses 18 Desember 2012). [9]
Lubis, Rachmat Fajar. 2012. “Krisis Air di Kota: Masalah dan upaya pemecahannya,” Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Online. Diperoleh dari http://www.geotek.lipi.go.id/?p=652; Internet; diakses 17 Desember 2012. [2]
Makur, Markus. “Kekeringan, Warga NTT Minum Air Asin,” Artikel Kompas.com (2012). [e-paper] http://regional.kompas.com/read/2012/09/29/22404318/Kekeringan..Warga.di.NTT.Minum.Air.Asin (diakses 15 Desember 2012). [4]
Pasific Post. “Krisis Air Bersih di Papua,” Surat Kabar Pasific Post, 2010. [7]
RMOL. “Upaya Menghadapi Kemarau Panjang,” Artikel Rakyat Merdeka Online (2012). [e-paper] http://www.rmol.co/read/2012/09/02/76532/Program-Pompanisasi-3-Triliun-Apa-Bisa-Lawan-Kekeringan- (diakses 17 Desember 2012). [11]
Unilever Pureit. 2010. “Keuntungan Pureit,” Pureit Water Online. Diperoleh dari http://www.pureitwater.com/ID/benefits; Internet; diakses 18 Desember 2012. [12]
No comments :
Post a Comment